TREND USAHA THRIFT, JADI ANCAMAN INDUSTRI DALAM NEGERI?

Thrifting merupakan fenomena yang belakangan ini sedang berkembangterutama di kalangan remaja. Secara umum thrifting dapat dijelaskan sebagai aktivitas membeli barang atau produk bekas dengan kualitas yang masih layak atau bagus dan harga yang cenderung terjangkau. Jika beruntung dalam menerapkan
aktivitas ini, maka seseorang bisa mendapatkan barang bermerek (branded), bahkan barang yang hadir dalam edisi terbatas dan sudah tidak lagi diproduksi dengan harga yang jauh lebih murah dari harga barang lain atau barang itu sendiri ketika awal produksi. Dalam kata lain thrifting ini memiliki konsep bisnis yang mengusung filosofi “membeli barang-barang bekas dengan harga murah untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi”. Sesuai dengan prinsip ekonomi dimana konsumen ingin mendapatkan hasil atau kepuasan maksimal dengan usaha yang kecil. Thrifting dianggap bisa menjadi solusi bagi masyarakat dengan penghasilan menengah kebawah untuk memperoleh nilai prestise. Produk thrifting juga dinilai lebih adaptif terhadap perkembangan fashion. ada beberapa faktor penyebab berkembangnya usaha thrift di antaranya:
a. Perubahan tren fashion: Diera saat ini kebanyakan konsumen lebih memperhatikan fashion sustainability dan ingin membeli fashion yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, kembali ke pakaian bekas yang masih baik merupakan pilihan yang menarik.
b. Ekonomi: Sistem bisnis ini lebih hemat untuk konsumen, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan pakaian berkualitas dengan harga yang lebih terjangkau.
c. Peningkatan kesadaran sosial: Konsumen lebih sadar tentang pentingnya lingkungan dan ingin memberikan yang terbaik untuk lingkungan dengan membeli barang bekas.

Perubahan gaya hidup, pola konsumsi masyarakat, dan budaya sebagai akibat dari perkembangan teknologi pada era globalisasi yang memudahkan pertukaran maupun perolehan informasi hampir menyebabkan fenomena thrifting mudah masuk dan berkembang di suatu daerah atau bahkan negara, termasuk
Indonesia. Seperti fenomena korean wave yang mendorong masyarakat Indonesia untuk bergaya fashion layaknya orang Korea dengan salah satu caranya adalah membeli produk impor dari Korea yang tidak jarang menggunakan konsep thrift
(Ariska Dian Novarianti, 2021) . Adapun hal lain yang juga menjadi faktor usaha thrifting turut berkembang adalah harga yang sangat terjangkau untuk semua khalayak dengan produk yang memiliki brand dan kualitas yang tinggi. Sehingga membuat masyarakat sangat mengincar barang- barang thrifting daripada barang-barang original yang dijual di official store dari brand tersebut.
Berdasarkan data, sekitar 80% pasar indonesia, terutama dalam industri tekstil dikuasai oleh produk impor China. Produk thrifting  dinilai menjadi ancaman industri dalam negeri karena dengan konsep thrifting, produsen atau penjual dapat menjual atau menawarkan produk fashion berkualitas tinggi, dari hasil impor dengan harga yang lebih murah dan menjual di Indonesia dengan harga yang terjangkau daripada produk fashion buatan dalam negeri. Hal ini dapat disebut sebagai dumping dan dapat memberikan persaingan yang tidak sehat bagi industri lokal. Dapat dibayangkan UMKM kecil pada bidang fashion harus bersaing dengan produk impor yang kualitasnya tinggi, tentu akan merusak harga dan permintaan pasar di Indonesia. Di samping itu, sifat manusia yang lebih memikirkan selera dan gengsi sehingga lebih memilih untuk melakukan thrifting.
Dari sisi harga dan barang yang dijual memenuhi selera dan keinginan pembeli, sehingga pembeli yang membeli barang mengutamakan estetika barang daripada kualitasnya, meskipun barangnya bermerek tetapi tidak ada nilai estetikanya sehingga banyak produk lokal yang kalah dalam hal branding karena kebanyakan konsumen memilih dari sisi brand daripada kualitas.

Belum lagi, sekarang ini sudah banyak masyarakat yang sadar atau aware terhadap limbah pakaian dan limbah fast fashion. Thrift ini cukup didukung oleh masyarakat karena dianggap sebagai penunjang sustainability, sehingga kalangan ini akan cenderung memilih produk thrift. Fenomena atau konsep thrift sebenarnya merupakan salah satu contoh upaya dalam gerakan sustainable fashion, namun kehadirannya tidak serta merta menjadin solusi bagi perekonomian di Indonesia. Di samping itu, gerakan keberlanjutan tersebut harus mendapat dukungan dari semua pihak seperti, desainer, produsen, distributor, dan konsumen dalam negeri. Thrifting mendapat banyak tanggapan dari berbagai kalangan, ada yang pro maupun kontra.
1. Pro
● Menjadi salah satu upaya gerakan sustainable fashion atau pemanfaatan barang bekas yang dapat meningkatkan kesadaran
lingkungan dan keberlanjutan karena dapat mengurangi sampah
tekstil di bumi, mengurangi penggunaan air, dan mengurangi
limbah hasil produksi.
● Mengurangi penggunaan sumber daya dan energi dari proses
produksi pakaian.
● Mendorong masyarakat dalam meningkatkan minat pada dunia
fashion, misalkan Citayam Fashion Week dimana pada fenomena tersebut kebanyakan menggunakan produk thrift dan pernah disorot oleh kancah internasional, sehingga produk fashion di Indonesia memiliki potensi untuk berkembang.
● Bagi produsen: Meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya bagi pengusaha thrift karena hanya memerlukan modal yang cenderung sedikit namun bisa menjadi usaha yang cepat dalam perputaran barang.
● Bagi konsumen: Penyediaan barang murah dan berkualitas. Dengan adanya industri thrift, masyarakat dapat membeli barang berkualitas dengan harga yang lebih murah dibandingkan barang baru di pasaran.
2. Kontra
● Melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor guna kepentingan nasional, yaitu melindungi kesehatan dan keselamatan manusia (Sari, 2022). Dalam pasal 2 ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
● Riskan dari segi kesehatan. Ada beberapa barang bekas yang tidak layak pakai dan dapat menyebabkan efek buruk bagi kesehatan penggunanya.
● Menurunkan daya beli masyarakat terhadap barang baru dan produk lokal. Dengan murahnya harga barang di industri thrift, hal tersebut dapat menurunkan daya beli masyarakat pada barang baru dan mengganggu perekonomian, karena melemahkan industri lokal karena sulit bersaing dengan industri thrift karena masalah harga dan branding.

● Berpengaruh terhadap pemasukan pembangunan negara yang
didapatkan dari pajak bea cukai akibat adanya penyelundupan
pakaian bekas impor.
● Mengurangi lapangan kerja di sektor industri pakaian baru. Adanya industri thrift dapat mengurangi permintaan terhadap barang baru, sehingga mengurangi lapangan kerja di sektor industri pakaian baru.
● Mengubah gaya hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif.

Secara umum, thrifting merupakan aktivitas membeli barang atau produk bekas dengan kualitas yang masih layak pakai dengan harga yang lebih terjangkau. Munculnya thrifting dilatarbelakangi adanya perubahan trend fashion, preferensi konsumen, dan environmental awareness. Tetapi di lain sisi, fenomena thrifting ini dapat mengancam bisnis garmen lokal serta ancaman kesehatan bagi konsumen. Walaupun terdapat pro dan kontra, thrifting masih tetap digandrungi oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan kebijakan pemerintah yang tepat
untuk mengatasi fenomena thrifting ini.

Adapun upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengatasi dampak dari thrifting, antara lain:
1. Kampanye gerakan slow fashion dan mendukung kegiatan donasi untuk organisasi sosial yang bergerak di bidang peningkatan kesadaran lingkungan.
2. Mengadakan pelatihan operasional, marketing, dan pengelolaan limbah tekstil bagi produsen garmen dalam negeri.
3. Membatasi kuota impor dan menetapkan pajak impor yang tinggi terutama bagi produk impor fashion.
4. Meningkatkan larangan dan pengawasan mengenai produk atau barang palsu (KW).
5. Menetapkan standar kualitas barang bekas. Harapannya dengan beberapa kebijakan tersebut dampak dari fenomena
thrifting terhadap industri dalam negeri, khususnya industri garmen dapat berkurang.

REFERENSI
Ariska Dian Novarianti, A. A. (2021). PENGARUHKOREAN WAVETERHADAP MINAT BELI BAJU BEKAS. SENMABIS:
Conference Series, 30-37.
Galih Aprilia Wibowo, I. Y. (2023, March 16). Thrifting Disebut Ancam Industri Lokal, Begini Respons Penggiatnya di Solo. Solo, Central Java, Indonesia.
Imam Fauzi, F. I. (2021). Dampak Garmen Impor Bekas Terhadap Daya Beli . National Conference Multidisciplinary, 46-57.
Rizky Suryarandika, D. S. (2023, March 18). Adian PDIP Justru Kritik Pemerintah Terkait Larangan Impor Pakaian Bekas, Ini Alasannya . Jakarta, Jakarta, Indonesia.
Sari, D. A. (2022). Thrift Fashion dalam Perubahan ParadigmPandemi;DilarangTapiDigemari? DasaCittaDesain2022:DesainersebagaiPenciptaNilai, 130-145.