Hallyu Semakin di Depan : Benarkah Fenomena K-Wave Menguntungkan Perekonomian Indonesia?

Negara gingseng Korea nampaknya telah sukses dalam mengglobalisasi kebudayaanya menjadi sebuah popular culture yang memiliki penetrasi yang sangat cepat meluas ke berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Beberapa ahli menyatakan bahwa budaya korea ini merupakan salah satu dampak adanya globalisasi khususnya pada aspek budaya. Budaya dari Korea atau yang dikenal dengan K-Pop biasanya berupa serial drama, nyanyi-nyanyian, make up, fashion hingga tari-tarian. Demam Korea sendiri sudah sejak lama merebak di Indonesia, tepatnya sejak tahun 2002 melalui serial drama Full House dan Endless Love. Kemudian di tahun-tahun berikutnya dengan cepat kebudayaan ini memiliki banyak sekali penggemar terutama di kalangan anak muda.
Fakta yang cukup menggemparkan belakangan ini adalah hasil penelitian Twitter Indonesia sejak 1 Juli 2020 hingga 30 Juni 2021 yang menunjukan terdapat 7,5 milliar kicauan yang berhubungan dengan K-Pop. Hasil penelitian dari twitter tersebut juga memperjelas bahwa negara Indonesia berada di puncak dengan jumlah penggemar K-Pop terbanyak diantara 20 negara lainya. Sebelumnya Pemerintah Korea sendiri telah melakukan penelitian tentang gelombang budaya Korea. Hasil penelitian tersebut dilansir dari Korea Times menunjukan bahwa penggemar hallyu atau Korean Wave di seluruh dunia sudah mencapai angka 89 juta orang dan tersebar di 113 negara salah satunya Indonesia

Penggemar K-Pop atau yang biasa di sebut K-Lovers umumnya antusias terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan penyanyi K-Pop idolanya, mulai dari berita keseharianya, konser, fashion, hingga acara-acara televisi Korea yang dibintangi oleh K-Pop idol kesukaanya. Sedangkan para penggemar drama Kora memiliki daya tarik pada makanan, bahasa Korea, tempat wisata hingga kecantikan paras para aktris maupun aktor Korea yang memiliki wajah glowing dan sehat. Pengaruh kebudayaan ini sangat luar biasa besar ke berbagai elemen masyarakat mulai dari kehidupan sosial, budaya, perilaku masyarakat bahkan ke sektor ekonomi suatu negara atau masyarakat yang memiliki banyak penggemar K-Pop.

Lalu selain dampak terhadap kehidupan sosial dan budaya, apakah ada dampak ekonomi yang dihasilkan dari ¬K-Wave ini bagi Indonesia? Ternyata K-Pop ini juga memiliki potensi yang besar terhadap perekonomian Indonesia secara luas. Mulai dari sektor perdagangan, aktivitas ekspor impor kedua negara, sektor ekonomi kreatif, pariwisata hingga pada foreugn direct invesment.

Adanya K-Wave secara tidak langsung turut mendorong daya beli masyarakat Indonesia khususnya pada produk-produk Korea. Dampak K-Wave di Indonesia sendiri dapat dilihat dengan tingginya minat masyarakat Indonesia untuk membeli produk-produk dari Korea Selatan. Ditambah lagi dengan adanya perubahan perilaku masyarakat Indonesia yang gemar terhadap makanan Korea ternyata yang menginisiasi para pengusaha Indonesia menjual kuliner khas ala Korea seperti tteokbokki, kimchi, hingga jajangmyeon. Di lansir oleh Media Indonesia, penjualan makanan khas Korea di Tokopedia mengalami peningkatan hingga lebih dari lima kali lipat. Selain itu data dari Kementerian Perdangan pada tahun 2016 total impor mie instan dari Korea Selatan mencapai US $13,55 juta dan mendominasi nilai impor US $10,11 juta dengan volume mencapai 2,601 ton. Selain itu pada tahun 2019 saja produk kosmetik dan skincare juga memiliki persentase sebesar 22,31% dengan nilai impor mencapai US $ 431,2 juta atau naik 31,7% dari tahun sebelumnya.
Selain pada sektor perdagangan manfaat dari K-Wave juga berdampak sektor investasi. Popularitas para idol K-Pop ternyata menarik perhatian e-commerce di Indonesia. Kita ketahui bahwa saat ini e-commerce di Indonesia berlomba-lomba untuk menggandeng bintang-bintang Korea sebagai brand ambasadornya. Misalnya Tokopedia menggandeng BTS dan Black Pink, Lazada dengan Lee Minho hingga Shopee juga bekerja sama dengan Stray Kids. Alhasil e-commerce tersebut mengalami peningkatan penjualan. Bahkan pelaku industry start up yang menggandeng bintang-bintang Korea Selatan mendapat perubahan yang positif bagi perusahaanya.

Hal ini yang menjadi perhatian para investor dunia dimana pertumbuhan start up khususnya e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan positif dengan konsumen atau target pasar yang melimpah sehingga banyak memicu masuknya investor asing ke Indonesia. Seperti perusahaan Google yang kini memegang saham Tokopedia sebesar 1,6 persen setalah berinvestasi 1,1 juta USD atau setara dengan Rp 16,7 milliar. Tidak hanya itu terdapat pula Anderson Investments yang berafiliasi dengan Temasek memiliki saham Tokopedia sebesar 3,3 persen setelah berinvestasi sebesar Rp 33,4 milliar. Suntikan dana juga di terima Traveloka sebesar 250 juta USD atau setara dengan Rp 3,5 milliar dengan kurs saat itu.

Namun jika sedemikian luar biasanya dampak dari K-wave apakah lantas pemerintah dan masyarakat Indonesia harus berdiam diri saja ? Tentu tidak jawabanya. Masyarakat dan juga pemerintah seharusnya dapat memetik pembelajaran dari adanya fenomena K-Wave ini. Kita dapat memahami betapa banyak keuntungan dari popularitas budaya Korea ini bagi negaranya, sedangkan apakah kita akan menjadi penikmat budaya orang lain saja sedangkan budaya asli bangsa ini terpuruk? Tentu saja tidak. Strategi pemerintah Korea dalam pengembangan budaya merekalah yang perlu kita adopsi namun tetap harus disertai oleh inovasi dari bangsa kita, agar bangs aini tidak terbiasa sebagai pengekor atau bahkan plagiasi saja melainkan harus mampu lebih besar dari itu. Sedangkan kerja sama bilateral yang terjadi antara Indonesia dengan Korea Selatan juga perlu mendapat perhatian agar tidak hanya menguntungkan salah satu pihaknya saja. Bersamaan dengan adanya budaya Korea Selatan yang masuk ke Indonesia, maka negara ini juga harus dapat memastikan keuntungan apa yang bangsa ini dapatkan secara holistik hingga berbagai sector mulai dari ekonomi, social-budaya, dan lain-lain.

Selanjutnya terkait investor asing yang banyak menyuntikan dana ke start up local memang sebuah kabar baik bagi para industry start up. Namun hal ini akan menjadi masalah jika investor asing banyak menguasai industri tersebut. Dikhawatirkan kedepanya banyak dana dari industry start up yang masuk ke negara lain. Akan tetapi hingga saat ini masih sangat minim investor local yang berani menyuntikan dananya bagi start up lokal karena analisisnya yang kurang mendalam dan kurang dapat melihat peluang yang ada berbeda dengan para investor asing. Maka disinilah pemerintah Indonesia harus turut berperan untuk membantu industry start up lokal Indonesia dengan suntikan dana agar keuntunganya juga dapat kembali ke negara kita sendiri dan perekonomian nasional dapat menjadi lebih mandiri dan berdikari.

Referensi :
https://infokomputer.grid.id/read/122430826/google-dan-temasek-kucurkan-dana-ke-tokopedia-ini-nilai-investasinya
https://www.wartaekonomi.co.id/read321710/gak-cuma-bikin-baper-k-pop-juga-bisa-dongkrak-pemulihan-ekonomi-kok-bisa
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5474297/demam-korea-makin-menggeliat-ini-dampaknya-ke-ekonomi-ri
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5474297/demam-korea-makin-menggeliat-ini-dampaknya-ke-ekonomi-ri