Kebenaran Erick Thohir dan Luhut Binsar dibalik Isu Bisnis Tes PCR?

Beberapa waktu belakangan ramai pemberitaan isu dugaan keterlibatan Erick Thohir dan Luhut Binsar pada bisnis PCR. Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melaporkan Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (Erick Thohir) atas dugaan bisnis tes PCR. Keduanya dilaporkan ke KPK karena aturan tes PCR yang dianggap berubah-ubah.

Isu ini menjadi sensitif dimasyarakat karena bersamaan dengan kebijakan wajib tes PCR bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan dalam negeri. Peraturan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dalam peraturan baru ini pemerintah mewajibkan calon penumpang pesawat udara dari dan menuju bandara di Pulau Jawa dan Bali untuk menunjukkan hasil pemeriksaan tes PCR. Dan dengan munculnya nama pejabat pemerintahan yang terlibat, Ibarat bensin yang tersulut api sehingga banyak pihak yang terbakar akan adanya isu ini.

Dibalik peraturan tersebut, ditemukan beberapa fakta dilapangan selama ini diantaranya:

  1. Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR berkali lipat.

HET PCR dilapangan banyak diakali oleh penyedia dengan nama PCR Ekspress yang harganya lebih tinggi tiga kali lipat dibanding tes PCR normal. Hal ini dikarenakan hasil tes PCR normal terlalu lama minimal 1 x 24 jam.

  1. Fasilitas tes yang kurang mumpuni.

Dalam peraturan terbaru surat keterangan hasil negative PCR maksimal 2 x 24 jam dijadikan syarat sebelum keberangkatan perjalanan wilayah Jawa-Bali serta daerah PPKM level 3 dan 4. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) berkata bahwa pelayanan tes dibandara tidak jelas sehingga membuat antrian tes panjang hingga pernah sampai satu jam. Ini membuat konsumen malas dan enggan berpergian.

  1. Perbedaan harga pulau Jawa dan luar Jawa.

Biaya tes PCR di luar Jawa Rp 495.000 dengan hasil jam yang sama. Tapi di Jawa Rp 495.000 untuk hasil 24 jam dan Rp 750.000 untuk hasil 12 jam. Dengan perbedaan harga ini masyarakat mulai curiga akan adanya oknum yang mengambil keuntungan akan adanya tes PCR.

Dengan mulai memanasnya isu mengenai tes PCR ini, beberapa pihak yang terlibat seperti Erick Thohir dan Luhut Binsar menyampaikan tanggapan mengenai isu ini. Pihak Erick Thohir mengungkapkan bahwa:

  • Kebijakan PCR termasuk harga ada di Kementerian Kesehatan bukan di Kementerian BUMN. Sehingga secara regulasi jauh jika dikaitkan dengan Erick Thohir.
  • Adanya upaya sistematis untuk menggiring opini public agar tidak percaya pemerintah dan menganggu upaya optimalisasi Erick Thohit mentransformasi Kementerian BUMn.
  • Erick Thohir telah melepaaskan diri dari entitas bisnisnya ketika diangkat menjadi pejabat kementeriaan.

Sedangkan dari pihak Luhut Binsar mengungkapkan bahwa :

  • PT GSI hanya 2,5 % dari total PCR di Indonesia dan setengah dari keuntungannya disumbangkan kembalu untuk tes PCR gratis untuk masyarakat.
  • Tidak ada pembagian saham atau dividen buat pemilik saham GSI.
  • Ketika kasus menurun dilakukan pemberlakuan tes antigen dan pemberlakuan tes PCR karena potensi kenaikan kasus.
  • Luhut Binsar dan temannya mengumpulkan donasi yang disumbangkan ke 7 fakultas kedokteran di Indonesia terdiri dari Kedokteran UI, UNpad, Undip, UGM, Unair, Udayana dan USU. Dengan nilai donasi mencapai 60 Milyar, berupa alat PCR, alat ekstraksi RNA, reagen buat PCR dan RNA.
  • Saham luhut Binsar di PT Toba Bumi Energi sangat kecil 10% dan tidak memiliki kontrol mayoritas sehingga tidak bisa berkomentar di PT Toba Bumi Energi.

Dengan kenyataan PT GSI adalah perseroan terbuka yang dapat diaudit, timbullah pertanyaan Apakah memang terjadi pemanfaatan atas bisnis PCR ? atau sebaliknya Adakah pihak yang sengaja ingin menggoreng isu senditif untuk kepentingan politis?

Pada akhirnya, asumsi hanya akan menimbulkan keriuhan di media jika minus pembuktian. Tentu semua tudingan maupun kontra-asumsi mesti dibuktikan secara transparan. Asumsi akan menjadi fitnah yang memiliki konsekuensi hukum jika tak sesuai fakta. KPK akan memastikan bahwa setiap laporan yang masuk ke saluran Pengaduan Masyarakat akan ditindaklanjuti dengan lebih dulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap data dan informasi yang disampaikan.

Referensi :

https://m.republika.co.id/amp/r1xmwz282

https://www.cnbcindonesia.com/news/20211103081337-4-288575/benarkah-ada-perusahaan-luhut-erick-di-balik-bisnis-pcr/amp

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5791957/benarkah-luhut-di-balik-bisnis-pcr-jubir-buka-suara/amp

https://amp.kompas.com/wiken/read/2021/10/24/175700081/ketika-tes-pcr-jadi-ladang-bisnis-menggiurkan-selama-pandemi