Gerakan 100 Smart City pertama kali digunakan oleh IBM (International
Business Machines Corporation), perusahaan komputer ternama di Amerika.
Gerakan ini merupakan inisiatif Kominfo sebagai fasilitator pemerintah daerah
dalam merencanakan pembangunan berbasis digitalisasi dengan memanfaatkan
teknologi, menghitung potensi dan tantangan setiap saat (Aptika, 2022). Gerakan
100 Smart City memiliki tujuan membantu masyarakat/kota dalam membuat
smart master plan untuk memaksimalkan penggunaan teknologi, baik
meningkatkan pelayanan kota maupun mempercepat pengembangan potensi
daerah masing-masing (Rizkinaswara, 2022)
Dalam roadmap Pembangunan Perkotaan Nasional, disebutkan bahwa
akan adanya pemenuhan pelayanan perkotaan dan perwujudan kota masa depan
yang direncanakan mulai tahun 2015 hingga 2025. Di roadmap Pembangunan
Perkotaan Nasional 2015-2045 juga menargetkan konsep Smart City akan
sepenuhnya terimplementasikan di seluruh kota pada 2045.
Konsep Smart City menerapkan lingkungan yang lebih lestari dengan
adanya pengaturan limbah dan pengelolaan air yang lebih maju. Konsep ini
merupakan konsep yang sangat baik, tetapi untuk mewujudkan Gerakan 100
Smart City dibutuhkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai kalangan dan
profesi. Indonesia sendiri merupakan negara dengan total 514 kabupaten/kota.
Dengan jumlah sebanyak itu, maka pengembangan Smart City di daerah-daerah
tidak bisa dikerjakan sembarang. Perlu adanya perhitungan matang, salah satunya
dalam hal anggaran. Dari total APBD, hanya tersisa 20% yang dapat digunakan
untuk belanja barang guna menunjang Smart City.
Indikator yang digunakan dalam menunjang Gerakan 100 Smart City ini
yaitu ICT (Information and Communication Technology) yang diambil sebagai
komponen penting dan sentral dalam Smart City dengan kemampuannya
mengumpulkan dan menyebarkan informasi dengan cepat dari atau ke seluruh
komponen-komponen kota yang terkoneksi dan terintegrasi dalam jaringan sistem
informasi lokal dan global untuk membantu seluruh proses pembangunan dan
pelayanan kota berjalan dengan efektif dan efisien serta mencapai tujuan kota
yang berkelanjutan. Terdapat 6 indikator dari Griffinger yang digunakan sebagai
proses penilaian terhadap kota-kota yang telah menerapkan konsep Smart City,
yaitu:
1. Smart Governance
Dengan mendorong proses demokrasi dan inklusi, membangun administrasi
tata kelola pemerintahan yang saling terkoneksi dan terintegrasi, serta
meningkatkan akses terhadap berbagai layanan.
2. Smart People
Dengan meningkatkan pola edukasi dan membangun masyarakat yang
terinformasi secara lebih baik.
3. Smart Environment
Dengan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dan mengurangi
penggunaan energi melalui inovasi teknologi, konservasi energi dan daur
ulang material.
4. Smart Mobility
Dengan membangun sistem transportasi yang cerdas dan efisien,
memanfaatkan dan mengefisienkan jaringan untuk pergerakan kendaraan,
orang dan barang untuk mengurangi kemacetan.
5. Smart Economy
Dengan membangun kompetisi regional/global dan akses broadband untuk
seluruh masyarakat demi meningkatkan peluang B2B, serta mendorong
transaksi elektronis proses bisnis dalam semua bidang.
6. Smart Living
Dengan membangun akses yang berkualitas tinggi terhadap pelayanan
kesehatan, management electronic health record, serta mendorong
kemudahan akses terhadap berbagai jenis layanan sosial (Simantu.pu.go.id.,
2015).
Di Indonesia, konsep Smart City sudah difokuskan pada tiga kota
percontohan yaitu Kota Bandung, Bogor, dan Makassar. Ketiga kota tersebut
dipilih menjadi kota-kota percontohan karena beberapa pertimbangan, di
antaranya adalah komitmen yang kuat dari masing-masing pemerintah daerah
dalam mewujudkan konsep Smart City dan telah adanya langkah-langkah awal
yang dilakukan para pemerintah kota tersebut dalam mewujudkan Smart City.
Dalam mengembangkan Gerakan 100 Smart City, pembangunan Smart
City memiliki peluang dan tantangan. Beberapa peluangnya seperti mempercepat
pertumbuhan berbagai platform bisnis dimana nilai kapitalisasi 10 perusahaan
platform teratas saat ini lebih tinggi daripada perusahaan konvensional, dan
dicapai dalam periode waktu yang lebih singkat. Dengan pertumbuhan berbagai
platform bisnis yang cepat juga dapat meningkatkan kesejahteraan berbagai
kalangan terutama masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Contohnya
seperti aplikasi ojek online yang meningkatkan kesejahteraan driver, UMKM, dan
meningkatkan inklusivitas keuangan masyarakat.
Selain itu, rencana pembangunan Smart City juga mendapat dukungan dari
pemerintah pusat dan telah masuk dalam roadmap Pengembangan Perkotaan
Nasional. Pemerintah memiliki keinginan yang tinggi untuk mengembangkan
konsep Smart City di berbagai kota di Indonesia apalagi dengan adanya beberapa
komponen Smart City yang telah diterapkan di beberapa kota. Namun, menurut
Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP) Kementrian
Komunikasi dan Informatika, Bambang Dwi Anggono, ada beberapa tantangan
dalam pembangunan smart city yaitu, pemerintah daerah masih terjebak pada
rutinitas, sumber daya manusia yang dimiliki dinilai masih belum cukup handal
dalam memanfaatkan dan mengurus teknologi informasi dalam berbagai layanan
perkotaan apalagi dengan perangkat teknologi dan aplikasi yang masih cukup
langka dan sulit diakses, lalu adanya anggapan bahwa smart city sama dengan
layanan TIK dan masih kurangnya komitmen dari pemimpin daerah.
Menteri Telekomunikasi dan Informatika RI, Johnny G. Plate, menyebut
komitmen pemerintah yang telah dilakukan untuk meningkatkan konektivitas
telekomunikasi di Indonesia dengan adanya peresmian Palapa Ring, backbone
yang menghubungkan jaringan internet di Indonesia. Kominfo juga akan
meneruskan pembangunan sebanyak 5.000 BTS, di mana sebanyak 1.500 BTS
sudah dibangun saat ini di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dan akan
dibangun 3.447 BTS di 2020. Pemerintah juga akan memberikan coverage yang
memadai untuk membangun satelit multifungsi dan akan diluncurkan pada tahun
2024. Dengan harapan infrastruktur digital tersebut dapat memberikan akses
internet yang merata bagi seluruh daerah di Indonesia (National Geographic,
2019).
Tingkat penetrasi akses tetap pita lebar yang masih rendah pun turut
menjadi tantangan dalam pembangunan Smart City. Selain itu, pemrosesan dan
analisis data di perkotaan masih belum terlalu efektif dan efisien sehingga
munculnya isu mengenai perlindungan data privasi yang harus ditingkatkan oleh
pemerintah. Adapun perbedaan kepentingan politik yang berbeda dari berbagai
pihak sehingga turut menjadi tantangan dalam pembangunan Smart City apalagi
dengan roadmap yang masih belum cukup jelas untuk pengembangan konsep
Smart City, implementasi Smart City masih cukup rendah dan belum berada pada
level yang memuaskan dan masih banyaknya aspek dalam pengelolaan kota yang
belum mengimplementasikan konsep smart city.
Sejalan dengan tantangan dan peluang dari konsep Smart City, dalam
penerapannya mencapai target program nyatanya masih terdapat pro dan kontra di
kalangan masyarakat. Adapun kedua aspek pro dan kontra adalah sebagai berikut :
Pro
1. Memiliki potensi dalam mempermudah akses informasi dan
perkembangan R&D (Research and Development) yang lebih maju dengan
infrastruktur yang baik.
2. Pola kegiatan ekonomi akan menjadi lebih efektif dan efisien.
3. Memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian disebabkan
teknologi informasi yang maju.
4. Dapat meningkatkan produktivitas dan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat dengan dukungan infrastruktur yang baik.
Kontra
1. Penerapan dilakukan secara seragam untuk semua kota, padahal setiap
kota memiliki karakteristik yang berbeda yang memungkinkan strategi
yang seragam tidak efektif untuk beberapa kota tertentu.
2. Dianggap terlalu menekankan kepada teknologi dan dinilai tidak cukup
perhatian kepada dinamika sosial.
3. Dianggap memiliki tujuan untuk mengambil keuntungan karena
digembar-gemborkan oleh perusahaan swasta yang berbisnis dalam bidang
ICT (Information and Communication Technology).
Pengembangan Smart City telah menjadi prioritas di berbagai negara
termasuk Indonesia. Di Indonesia, konsep Smart City telah diterapkan di beberapa
kota utama. Meski begitu, masih terdapat beberapa tantangan dan kendala dalam
penerapan konsepnya. Dalam upaya untuk mewujudkan pembangunan konsep
Smart City yang komprehensif dan berkelanjutan, dibutuhkan kerja sama yang
kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Referensi
Aptika, A. (2022). Gerakan Smart City sebagai Muara Kemajuan Transformasi
Digital Indonesia.
https://aptika.kominfo.go.id/2022/12/gerakan-smart-city-sebagai-muara-ke
majuan-transformasi-digital-indonesia/
National Geographic. (2019). Gerakan Menuju 100 Smart City: Meneruskan
Momentum Membangun Negeri.
https://nationalgeographic.grid.id/read/131917212/gerakan-menuju-100-s
mart-city-meneruskan-momentum-membangun-negeri
Rizkinaswara, L. (2020). Mengenal Lebih Dekat Konsep Smart City dalam
Pembangunan Kota.
https://aptika.kominfo.go.id/2020/10/mengenal-lebih-dekat-konsep-smart-
city-dalam-pembangunan-kota/
_____________. (2022). Gerakan Menuju 100 Smart City.
https://aptika.kominfo.go.id/2022/07/gerakan-menuju-100-smart-city-2/
Simantu.pu.go.id. (2015). Kajian Pengembangan Smart City di Indonesia.
chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://simantu.pu.
go.id/personal/img-post/autocover/b05c3e845a595b61d80bfe832e20b26b.