PENINGKATAN JUMLAH SAMPAH DI INDONESIA: PELUANG PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSA) DAN DILEMA EKONOMI

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak didunia, memiliki tantangan yang besar dalam mengelola sampah. Hingga tahun 2022, Indonesia memiliki jumlah penduduk mencapai 275,77 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat 1,13% dibandingkan tahun 2021. Kondisi Indonesia dengan kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan jumlah sampah semakin meningkat dan berdampak pada tingkat penimbunan sampah yang tidak terkendali. Hal itu pun
juga berdampak pada volume sampah di Indonesia telah meningkat drastis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Almatsier et al. (2021), pada tahun 2019, Indonesia menghasilkan sekitar 67 juta ton sampah per tahun, yang 60% di
antaranya dihasilkan oleh manusia di daerah perkotaan.

Sampah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia tersebut menimbulkan dampak lingkungan yang serius dan berdampak pada ketersediaan lahan dan kesehatan masyarakat di sekitar tempat pembuangan sampah. Penimbunan sampah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan bau tidak sedap, menjadi sarang penyakit, dan merusak lingkungan. Selain itu, penimbunan sampah juga dapat mengurangi lahan yang dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti perumahan, pertanian, dan industri. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan membuat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Inovasi PLTSa merupakan teknologi pengelolaan sampah yang terus berkembang dan menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan untuk mengatasi dua masalah sekaligus yaitu masalah sampah dan kebutuhan energi. Namun, implementasi teknologi ini masih terkendala oleh berbagai faktor. Faktor ekonomi menjadi salah satu kendala utama dalam pengembangan PLTSa di Indonesia. Tingginya biaya investasi dan operasional untuk pembangunan PLTSa masih menjadi masalah utama. Selain itu, kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan
sampah juga menjadi faktor penghambat.

Selama beberapa tahun terakhir, pembangunan PLTSa di Indonesia semakin marak. Dalam konsepnya, PLTSa memiliki suatu sistem yang mengubah sampah organik menjadi energi listrik yang dapat dijual dan digunakan oleh masyarakat dengan menghasilkan energi yang bersih dan terbarukan, membuka peluang kerja baru bagi masyarakat, mengurangi penimbunan sampah, serta membantu ketergantungan pada sumber energi fosil dan memperkuat kemandirian energi suatu negara yang memiliki ketersediaan sumber sampah yang cukup untuk diolah (Prasetya & Rochman, 2019). Namun, meskipun potensi PLTSa di Indonesia sangat besar, pengembangan teknologi ini masih menghadapi tantangan, termasuk masalah teknis dan regulasi. PLTSa telah menjadi solusi yang menjanjikan untuk
masalah sampah dan energi di negara-negara maju. Namun untuk Indonesia, pengembangan PLTSa masih dalam tahap awal dan perlu diperhatikan dengan seksama dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sampah,
serta memaksimalkan potensi energi terbarukan. PLTSa juga hanya dapat dioperasikan dengan memanfaatkan sumber daya sampah yang tersedia sehingga di daerah yang terbatas PLTSa tidak dapat dioperasikan secara efisien (Shofi, 2021).

Proses pengolahan sampah di PLTSa dapat menghasilkan bau dan polusi udara yang tidak sedap serta adanya resiko kebakaran di PLTSa dapat meningkat karena pengolahan sampah didalamnya memerlukan suhu yang sangat tinggi. Jika
diterapkan di Indonesia, permasalahan logistik, seperti masalah transportasi sampah ke PLTSa yang belum memadai dapat menjadi hambatan, terutama jika lokasi PLTSa berada jauh dari sumber sampah. Hal-hal tersebut lah yang saat ini menjadi
kendala PLTSa. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu memperhatikan dampak sosial dan ekonomi dari pengembangan PLTSa agar dampak-dampak tersebut dapat diminimalisir sebisa mungkin.

Pertimbangan ekonomi sangat penting dalam pembangunan PLTSa. Seperti biaya investasi PLTsa meliputi biaya pembangunan fisik seperti pembelian mesin dan peralatan, biaya konstruksi, biaya engineering dan desain, biaya izin, dan biaya
pengadaan lahan (Taufik, 2020). Dalam hal ini perlu dilakukan analisis biaya manfaat untuk memastikan keuntungan finansial jangka Panjang yang dapat diperoleh dari PLTSa (Rizki & Sukoco, 2021). Biaya operasional yang meliputi biaya bahan bakar, biaya perbaikan dan perawatan, biaya tenaga kerja, dan biaya pengolahan limbah juga menjadi pertimbangan ekonomi dalam pembangunan PLTSa. Salah satu keuntungan utama dari PLTSa adalah hasil listrik yang nantinya dapat dijual memerlukan analisis potensi pendapatan penjualan listrik dari PLTSa
dan memastikan bahwa pendapatan tersebut cukup untuk menutup biaya operasional dan investasi. Penerapan PLTsa di Indonesia saat ini masih dalam tahap awal dan masih menghadapi beberapa tantangan. Meskipun telah ada beberapa
proyek PLTSa yang telah dibangun, namun jumlahnya masih terbatas dan kapasitasnya masih kecil. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk PLTSa
menjadi salah satunya. Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah Indonesia menargetkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025.

Berdasarkan data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (2020) terdapat beberapa proyek PLTSa yang telah dibangun di Indonesia antara lain PLTSa Bantargerbang di Jakarta, PLTSa cilowong di Banten, dan PLTSa Surabaya di Jawa Timur. Proyek-proyek tersebut masih memiliki kapasitas yang relatif kecil
dan hanya memanfaatkan Sebagian kecil dari potensi sampah yang ada di daerah masing-masing. Untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PLTSa pemerintah Indonesia telah menerbitkan berbagai kebijakan dan regulasi, antara lain Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2019 tentang pengelolaan sampah. Meskipun belum ada subsidi
khusus yang diberikan pemerintah Indonesia untuk PLTSa. Namun, pemerintah telah memberikan beberapa insentif dan program bantuan untuk mengembangkan
energi terbarukan termasuk PLTSa. Salah satu insentif yang diberikan adalah pembebasan bea masuk untuk impor peralatan pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan seperti PLTSa. Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilitas pajak berupa pembebasan pajak penghasilan (PPh) pasal 22
dan PPN untuk impor peralatan pembangkit listrik menggunakan energi terbarukan. Selain insentif, pemerintah juga memiliki Program Bantuan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) program ini memberikan bantuan dana kepada pemerintah daerah maupun instansi terkait untuk membangun PLTSa dengan kapasitas maksimal 1 MW (Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2020).

Dalam meminimalkan dampak negatif dari PLTSa, salah satu solusi untuk meminimalkan biaya operasional PLTSa adalah dengan meningkatkan efisiensi pengolahan sampah menjadi energi listrik dengan teknologi pengolahan yang lebih canggih dan sistem pengolahan gas buang yang lebih baik (Hidayati, et al., 2020). Untuk mengurangi masalah bau dan polusi udara PLTSa perlu dilengkapi dengan sistem pengolahan limbah dan pengurangan emisi. Dalam hal ini, teknologi pengolahan gas buang yang efektif dan penerapan aturan pengelolaan limbah yang ketat dapat membantu mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Sedangkan untuk mengatasi masalah logistik dalam pengangkutan sampah, dapat dilakukan upaya untuk memperkuat sistem pengangkutan sampah dengan meningkatkan jaringan pengangkutan dan mengoptimalkan rute pengangkutan. Dengan adanya PLTSa, tentunya dibutuhkan partisipasi masyarakat, seperti membantu pemilahan sampah sehari-hari yang nantinya dapat diolah menjadi sumber energi listrik serta melakukan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memisahkan jenis sampah dan membuangnya ditempat yang benar. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga harus diperhatikan. Infrastruktur yang efektif dan berkelanjutan seperti fasilitas pengolahan dan transportasi sampah yang modern dan efisien dapat membantu mengoptimalkan biaya operasional dan meningkatkan efisiensi PLTSa. Dengan mengimplementasikan solusi-solusi di atas dapat membantu mengoptimalkan potensi kekurangan PLTSa dan memastikan keberhasilan pembangunan PLTSa sebagai sumber energi listrik yang bersih dan terbarukan.

Esksistensi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) merupakan suatu langkah baru dari pemerinath sebagai upaya mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Namun, kondisi ini juga menjadi dilema bagi pemerintah mengingat besarnya biaya yang diperlukan dalam akses alat PLTSa serta ketidakefisie nsandampak yang dihasilkan bagi lingkungan sekitar. Berdasarkan itu masih diperlukan kajian lebih lanjut mengenai keberlangsungan kebijakan penerapan LTSa ini sehingga dapat memberikan dampak yang inklusif dan merata di seluruh Indonesia.

REFRENSI
Abdullah, L. O., Nurcahyo, E., Pratiwi, E. T., Abdullah, R., Tambaru, R.,
Irwansyah, & Ilyas, A. (2019). Defense and sea security based on law
no. 32 of 2014 concerning marine. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 235, 012005. https://doi.org/10.1088/1755-
1315/235/1/012005
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi. (2020).
Pembebasan PPN dan PPh Pasal 22 untuk barang impor sektor energi
terbarukan dan konservasi energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. https://www.dje.kemenkeu.go.id/siaran-pers/pembebasan-ppndan-pph-pasal-22-untuk-barang-impor-sektor-energi-terbarukan-dankonservasi-energi/
Hidayati, N., Susanti, R. D., & Pratama, A. M. (2020). Analisis Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah Sebagai Solusi Pengelolaan Sampah Kota Surabaya. Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 6(2), 184-189.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2020). Panduan Pengembangan
PLTSa. https://www.esdm.go.id/assets/media/content/2020/02/PanduanPengembangan-PLTSA.pdf
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2020). Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Jakarta.
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/2020/02/RPJMN-2020-
2024.pdf
Prasetya, R., & Rochman, N. F. (2019). Dilema Ekonomi Pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 7(1), 49-60.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpeb/article/view/27544
Rizki, N. A., & Sukoco, A. (2021). Analisis Finansial dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keputusan Investasi Pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis dan
Terapan, 5(1), 70-85.
Shofi, F., Sutaryo, S., & Kholis, A. N. (2021). Kajian Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah di Indonesia: Potensi, Peluang, dan Tantangan. Jurnal Teknik ITS,
10(1), 1-6.
Taufik, A., & Faizal, A. (2020). Analisis Kelayakan Investasi Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah di Surabaya. Jurnal Administrasi Bisnis, 11(1), 52-60.